mengasah keterampilan merajut kata menyulam cipta

Jumat, 12 Januari 2018

Ibu

(Iwan Fals)

Ribuan kilo

jalan yang kautempuh
lewati rintang
untuk aku anakmu

Ibuku sayang
masih terus berjalan
walau tapak kaki
penuh darah penuh nanah

Seperti udara
kasih yang engkau berikan
Dengan apa membalas
Ibu ... Ibu ...

Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Tak mampu ku membalas
Ibu ... Ibu ...

Loh, bukannya itu lirik lagu? Betul. Simpulan itu kita tarik dari pengalaman kita mendengarkan untaian syair tersebut dinyanyikan. Bagaimana seandainya kita belum pernah mendengar nyanyiannya lalu larik demi larik syair itu dideklamasikan oleh seorang bocah di depan kelas?
Begitulah, banyak lirik lagu yang puitis sehingga tak haram untuk disebut sebagai puisi. Bahkan, banyak pula puisi yang kemudian diadopsi menjadi lirik lagu.
Share:

0 comments:

Posting Komentar

Tembe Krasa #3 (Cerkak)

Ora krasa wis kliwat Nguter. Nyumurupi plengkung “Selamat Datang” ing gapura kikis kabupatèn, kaya disengkakaké anggoné Pak Didik...

Translate

Wikipedia

Hasil penelusuran

dari Catatan Kang Gw

dari Bale Sinau

Teman Pantulkit