mengasah keterampilan merajut kata menyulam cipta

Rabu, 07 Maret 2018

Cerita Rakyat Nusantara

Ketika masih kecil, saya sering mendengarkan dongeng yang dikisahkan oleh Ayah. Biasanya dongeng-dongeng Jawa itu menjadi hadiah atas bakti saya: menginjak-injak punggung beliau. Ya, Ayah suka minta diinjak-injak punggungnya pada malam hari, beberapa saat setelah makan malam. Itu sebagai pengganti pijat capek, untuk meredakan pegal-pegal setelah seharian bekerja di sawah atau ladang. Injakan telapak kaki tentu tak seenak pijatan tangan. Namun, itu lumayan daripada mengeluarkan ongkos untuk upah juru pijat.

Perbendaharaan dongeng yang dihafal Ayah tidak banyak. Maklum, Ayah bukan orang terpelajar. Dongeng-dongeng itu sering diulang-ulang diceritakan. Alhasil, saya (pada waktu itu) hafal beberapa. Sayang, saya gagal mewarisi tradisi dongeng itu. Kini anak-anak saya sudah beranjak remaja. Terlambat masanya kalau saya kisahkan cerita-cerita rakyat kepada mereka.

Agar tidak menyesal seperti saya, seyogyanya Pembaca menambah khazanah cerita rakyat yang layak dibacakan untuk anak-anak. Atau, kalau anak-anak sudah bisa membaca, lebih baik kita yang minta dibacakan oleh mereka. Sebaiknya kita lebih dulu membaca cerita yang akan kita tugaskan kepada anak-anak. Dengan begitu, kita bisa membetulkan bila mereka membuat kesalahan intonasi atau artikulasi.

Pembaca dapat memperkaya perbendaharaan cerita rakyat Nusantara di sini.
Share:

0 comments:

Posting Komentar

Tembe Krasa #3 (Cerkak)

Ora krasa wis kliwat Nguter. Nyumurupi plengkung “Selamat Datang” ing gapura kikis kabupatèn, kaya disengkakaké anggoné Pak Didik...

Translate

Wikipedia

Hasil penelusuran

dari Catatan Kang Gw

dari Bale Sinau

Teman Pantulkit